Supervisi terhadap penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah merupakan kegiatan yang urgen. Urgensi supervisi dimaksud tidak lepas dari suprevisi sebagai upaya mendorong dan membimbing para guru bimbingan dan konseling (guru BK/konselor) agar senantiasa melaksanakan tugasnya secara profesional dan senantiasa meningkatkan profesionalismenya secara berkelanjutan.
Aktivitas guru BK/konselor berbeda dengan aktivitas guru mata pelajaran.Aktivitas guru BKadalah dalam bentuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling dalam upayamemandirikan siswa dan mengoptimalkan perkembangan siswa di bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Aktivitas tersebut bersifat: (1) pencegahan, artinya mencegah agar siswa terhindar dari berbagai masalah yang akan berpengaruh pada perkembangan mereka, (2) pengembangan, artinya membantu siswa mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya, baik potensi sebagai pribadi, potensi sebagai makhluk sosial, potensi belajar maupun potensi karir, (3) penyesuaian, artinya membantu siswa agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat, (4) penyaluran, artinya membantu siswa menyalurkan bakat/minatnya, memilih program belajar dan sekolah lanjutan, (5) penyembuhan atau pengentasan, artinya membantu siswa menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya. Aktivitas-aktivitas ini menunjukkan bahwa tugas guru BK bukan hanya menangani siswa yang bermasalah sebagaimana anggapan sebagian orang, namun juga melakukan upaya-upaya pencegahan, pengembangan, penyesuaian, dan penyaluran.
Strategi layanan dapat berbentuk lintas kelas, klasikal, kelompok, dan individual; dengan metode/teknik yang bervariasi, seperti: ceramah dari nara sumber, cinema therapy, bibliocounseling, fantasy, career day, diskusi kelompok, brainstorming, home-room, written, dilemma moral, sosiodrama/psikodrama, karyawisata, modul, modeling, dan simbolik.
Mencermati aktivitas guru BK/konselor yang berbeda dengan aktivitas guru bidang studi, maka seharusnya supervisi terhadap pelaksanaan BK di sekolah dilakukan secara profesional oleh supervisor (pengawas) yang berlatar belakang keilmuan BK. Namun kenyataannya, supervisi terhadap penyelenggaraan BK di sekolah hingga saat ini masih menjadi problem. Penyelenggaraan supervisi BK dilaksanakan oleh tenaga supervisor yang tidak berlatar belakang keilmuan BK.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahim; Hulukati; dan Siregar (2022) tentang penyelenggaraan supervisi BK di provinsi Gorontalo menunjukkan: (1) 95% guru-guru BK menyatakan disupervisi oleh supervisor yang tidak memiliki latar belakang keilmuan BK, (2) supervisi lebih menekankan pada aspek administrasi layanan, (3) supervisi lebih banyak menggunakan metode tanya jawab, (3) supervisor cenderung tidak mengamati langsung penampilan guru BK pada saat melaksanakan bimbingan klasikal dan bimbingan kelompok, (4) supervisor cenderung kurang memberikan informasi tentang kemutakhiran perkembangan pelayanan, (5) sebagian besar supervisor tidak memberikan contoh-contoh teknik layanan BK yang dapat mengaktifkan siswa (konseli) pada saat layanan, dan (6) supervisor cenderung tidak melaksanakan supervisi klinis.
Kondisi ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada pelaksanaan supervisi itu sendiri,dan yang paling dikhawatirkan akan berimbas pada manfaat dari supervisi tersebut terhadap peningkatan profesionalisme guru BK.Bagaimanapun juga guru-guru BK yang sedang bertugas di sekolah saat ini dan di masa-masa yang akan datang membutuhkan supervisi yang benar-benar akan memacu mereka untuk meningkatkan profesionalismenya dan kualitas kerjanya secara berkelanjutan.
Kompetensi supervisor/pengawas pendidikan di Indonesia telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah. Permen tersebut menegaskan tentang kualifikasi dan 6 kompetensi pengawas, yakni kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian dan pengembangan, dan kompetensi sosial.Pada sub kompetensi supervisi akademik disebutkan bahwa supervisor/pengawas “memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan tiap mata pelajaran yang relevan”, dan “memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik dan kecenderungan perkembangan proses pembelajaran/pembimbingan tiap mata pelajaran yang relevan”.
Mengacu pada standar ini, maka sewajarnya jika supervisor/pengawas penyelenggaraan BK harus: “memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan dalam penyelenggaraan layanan BK”, dan “memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik dan kecenderungan perkembangan dalam penyelenggaraan layanan BK”. Pada sub kompetensi supervisi akademik, jika dikaitkan dengan pelayanan BK dapat diinterpretasikan bahwa “supervisor membimbing guru menyusun program BK, memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pelayanan BK, menyusun RPLBK, mengelola/ merawat/mengembangkan dan menggunakan media layanan BK, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pelayanan BK”.
Aspek-aspek tersebut tentu saja hanya dapat dilaksanakan secara profesional oleh supervisor/pengawas yang memiliki latar belakang pendidikan bidang BK. Sebagai akibat dari supervisor/pengawas tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni tentang aspek-aspek yang disupervisi tersebut, maka yang terjadi adalah supervisi hanya tertuju pada ketersediaan adiministrasi pelayanan BK, dan mengabaikan supervisi terhadap kompetensi guru dalam melaksanakan layanan.
“Menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah; serta membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling”, merupakan sub kompetensi supervisor/pengawas yang tercantum dalam Permendiknas tersebut. Jika dicermati, penguasaan metode, dan teknik supervisi akan sangat terkait dengan aspek-aspek yang diobservasi. Akan sulit bagi supervisor yang tidak berlatarbelakang keilmuan bimbingan dan konseling ketika harus melakukan observasi langsung tentang kompetensi guru BK pada saat melaksanakan layanan, di mana pada saat itu supervisor akan menilai materi layanan, strategi/metode/teknik layanan, media layanan maupun pelaksanaan evaluasi layanan.
Bagaimana supervisor akan mengamati apabila supervisor itu sendiri tidak memiliki keterampilan bahkan pemahaman tentang perumusan materi layanan, penggunaan strategi/metode/teknik layanan, media layanan maupun pelaksanaan evaluasi layanan BK. Oleh sebab itu, realita yang terjadi adalah perhatian supervisor cenderung tertuju pada aspek administrasi, yang kadang-kadang juga tidak terlalu dipahami oleh supervisor itu sendiri.
Hasil-hasil supervisi memerlukan tindak lanjut, sebagai umpan balik terhadap guru BK/konselor setelah disupervisi. Pentingnya tindak lanjut atau umpan balik hasil supervisi ini dapat disimpulkan dari defenisi supervisi, yakni sebagai aliansi kerja antara supervisor dan konselor di mana konselor dapat memperlihatkan rekaman dokumen pekerjaan mereka, mereflesikannya, menerima umpan bailk, dan bimbingan (European Association for Counseling, 2014, dalam Wutsqo, dkk, 2021.
Tindak lanjut dari hasil supervisi dimaksudkan sebagai penggunaan hasil-hasil supervisi untuk kepentingan keberlanjutan penyelenggaraan pelayanan BK di sekolah, terutama terkait dengan peningkatan kompetensi guru BK/konselor. Hal ini akan sulit diwujudkan jika supervisi yang dilaksanakan tidak menyentuh aspek-aspek esensial dalam pelayanan BK. Dengan kata lain pelaksanaan supervisi tersebut tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas pelayanan BK di sekolah.
Oleh sebab itu, sangat diharapkan perhatian dari para pengambil kebijakan kiranya dapat menugaskan supervisor (pengawas) pelaksanaan BK di sekolah adalah tenaga yang berlatarbelakang keilmuan BK, di samping tentu saja yang memiliki kompetensi sebagai pengawas BK.
Apalah artinya berbagai teori dan praktik yang telah dipelajari oleh guru-guru BK kurang lebih 4 tahun di bangku kuliah, pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh melalui seminar/workshop/pelatihan selama mereka bertugas, ketika mereka tidak diberi ruang untuk dievaluasi secara profesional oleh supervisor yang profesional dalam konteks yang sesungguhnya, yakni di sekolah tempat mereka mengabdikan ilmunya.
Guru-guru BK juga ingin disupervisi ketika sedang melaksanakan layanan, sehingga mereka akan diberitahu kekurangan mereka dalam menggunakan metode/teknik tertentu, diberitahu tentang ketercapaian tujuan layanan, dan informasi lain sebagaimana diperoleh oleh guru mata pelajaran yang disupervisi oleh supervisor mata pelajaran.
Asesmen Lapangan Akreditasi Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNG oleh Asesor LAMDIK yaitu: (1) Prof. Dr. Abdul Saman., M.Pd dan (2) Prof. Dr. Dwi Yuwono Pujianto Sugiharto., M.Pd., Kons
Visitasi Akreditasi Jurusan Bimbingan dan Konseling oleh BAN-PT